Senin, 09 Mei 2011

5.VOC DI BANTEN II (JAKARTA)

JAKARTA. Bandar/Kota Pelabuhan Jakarta diperintah oleh Pangeran Wijayakrama, sebagai wakil dari sultan Banten. Karena kemajuan perdagangan di Banten, Jakarta menjadi sepi. Untuk meramaikan kembali kota itu, Wijayakrama memperbolehkan orang-orang Belanda bermukim dan berdagang di Jakarta.

Belanda mengerti, bahwa antara Banten dan Jakarta ada persaingan. Hal itu dimanfaatkan oleh Belanda untuk merenggangkan hubungan diantara keduanya.

Orang Belanda mulai membeli sebidang tanah di Jakarta dengan harga 1200 real (R. 2700,-) dan disana mulai didirikan sebuah rumah. Pemintaan Pieter Both untuk membangun sebuah benteng disana tidak diperkenankan oleh pemerintahan Wijayakrama, Belanda hanya diperbolehkan membangun sebuah loji/kantor dagang disebelah timur Ciliwung. Sedangkan orang Inggris diberi izin pula untuk membangun sebuah kantor disebalah barat Ciliwung.

Keadaan di Banten saat itu buat orang Belanda semakin lama semakin sulit, karena kelakuan mereka sendiri, berhubung dengan usahanya untuk mendapat monopoli.

Dimana-mana tindakan orang Inggris lebih tegas dan berani, sehingga Kompeni Belanda merasa Khawatir, kalau-kalau mereka terdesak, lalu Belanda memutusakan untuk menjalankan tindakan yang keras terhadap Inggris.

Berhubung dengan itu Gubernur Jendral Laurens Reaal menyerahkan segala kekusaannya di pulau jawa kepad J.P Coen, sedang ia sendiri pergi ke Maluku, untuk mengusir orang Inggris disana.

Dengan kekuasaan yang diperolehnya, Coen akan menjalankan tindakan kekerasan terhadap Orang Inggris di Banten dan terhadap Pangeran Ranamanggala, yang menjadi wakil sultan saat itu memimpin pemerintahan kerajaan Banten.

Karena sikap orang Belanda pada umumnya yang suka bertindak semena-mena, maka sering sekali timbul serangan dari orang pribumi untuk menyerang Coen dan anak buahnya. Sebeb-sebab terjadinya serangan-serangan itu bukan hanya karena tindakan orang-orang Belanda yang ada di Banten, tetapi juga disebabkan dengan kejadian di Jepara, yaitu serangan terhadap loji disana (1618) lalu ditarik kesimpulan, bahwa raja-raja di Jawa dengan persetujuan Mataram, sepakat akan membunuh orang-orang Belanda.

Seperti itulah isi surat yang dikirimkan oleh Coen kepada pucuk pimpinan Kompeni di Belanda. Sehubungan dengan itu Coen memindahkan kedudukannya ke Jakarta. Loji yang ada di sana dijadikan benteng serta dimintanya bantuan ke Belanda berupa uang, kapal dan tentara.




Pieter Zoon Coen Gubernur Jendral yang meletakan alas kekuasaan Belanda di Indonesia. Jakarta didudukinys lalu diberi nama Batavia (1 Mei 1619).

BELANDA MULAI BERTINDAK. J.P. Coen mendirikan benteng di Jakarta, tidak mengingat, bahwa dengan tindakan itu ia telah mengingkari perjanjian sebelumnya dengan pangeran Wijayakrama. Menurut perjanjian Kompeni hanya diperbolehkan mendirikan sebuah loji. Dengan sendirinya hal itu menimbulkan curiga pada pangeran Wijayakrama selaku Bupati Jakarta. Untuk merundingkan hal itu Coen diminta berkali-kali datang ke Kabupaten, teapi Coen tidak pernah mau datang, Karena hal itu Pangeran Wijayakrama pun membuat benteng pertahanan, begitu pula dengan orang inggris, mereka memperkuat kantornya dimuka benteng Belanda

Suasana di Jakarta, antara Belanda, Inggris, dan Pangeran Wijayakrama, boleh dikatakan genting. Selain ketiga pihak itu ada lagi yang tidak senang , yaitu Mangkubumi Ranamanggala, sebab meskipun Jakarta diperintah oleh Pangeran Wijayakrama, tetapi daerah itu masih ada dalam kekuasaan Sultan Banten

INGGRIS. Pada waktu itu dipelabuhan Banten datanglah 15 kapal Inggris yang dipimpin oleh laksamana Sir Thomas Dale. Dapat dimaklumi jika antara Mangkubumi dan orang Inggris itu diadakan perundingan, untuk menentukan sikap terhadap Belanda, yang menjadi musuh mereka bersama.

Kemudian orang Inggris di Banten merampas kapal Kompeni/V.O.C, yang kebetulan akan pulang ke Belanda. Coen meminta kepada orang Inggris, supaya kapal itu dikembalikan, tetapi permintaan itu tidak didengarnya. Coen tidak bisa menahan amarahnya lalu memerintahkan merebut loji Inggris di Jakarta dan membakarnya. Dengan tindakan Coen itu perang dimulai. Sehubungan dengan itu pula Coen ingin menyelasaikan bentengnya secepat mungkin, tetapi pekerjanya tidak ada, karena dilarang oleh Pangeran Wijayakrama.

BENTENG BELANDA DIKEPUNG. Benteng Belanda dikepung oleh tentara Pangeran Wijayakrama dibantu oleh Inggris. Belanda dapat menyelamatkan diri dari pengepungan itu, tetapi di pelbuhan sudah ada angkatan laut Inggris.

Coen tidak menunggu tapi segera menyerang musuh. Keberanian Coen itu tidak memberi kemenangan. Coen terpaksa mengundurkan diri lalu pergi ke Maluku untuk meminta bantuan. Pimpinan di dalam benteng ia serahkan kepada Pieter Van den Broecke yang mendapat tugas mempertahankan benteng sampai Coen kembali. Kalau tidak mungkin dipertahankan mereka disarankan untuk menyerah kepada Inggris, jangan pada Pangeran Wijayakrama.

Van den Breocke mengadakan perundingan dengan Wijayakrama. Kedua pihak setuju tidak akan mengadakan perubahan dalam keadaan apapun, sampai Coen datang dari Maluku. Untuk mencapai persetujuan yang sangat menguntungkan Belanda itu, Van den Broecke harus membayar 6000 real. Persetujuan itu diresmikan di Kabupaten/Kantor Pemerintahan Pangeran Wijayakrama. Van den Broecke datang bersama 6 orang temannya, selama ia pergi pimpinan benteng diserahkan kepada Pieter Van Raay. Dalam pertemuan itu Van den Broecke serta teman-temannya ditawan. Setelah itu Van den Broecke dibawa kemuka Benteng yang sebelumnya dipimpin dan dijaganya, ia diharuskan memberi tahu kepada teman-temannya di dalam benteng, bahwa mereka tidak mungkin mempertahankan benteng itu. Selanjutnya ia menganjurkan, supaya mereka menyerahkan benteng kepada orang Inggris dan barang kepada orang Jakarta/Pangeran Wijayakrama. Hanya dengan jalan demikian hidup mereka akan terjamin, sedangkan yang ditawan akan dibebaskan. Setiap orang diperbolehkan membawa barang miliknya sendiri, kemudian mereka akan diantarkan dengan kapal inggris ke kantor-kantor Belanda di pantai Koromandel.

Setelah mendengar perjanjian itu orang-orang yang ada di dalam benteng, mulai menjarah semua barang-barang apa saja yang ada disana yang dapat mereka bawa termasuk barang kepunyaan J.P> coen pun ikut dijarahnya. Tetapi apa yang telah mereka perhitungkan sebelumnya idak sesuai dangan rencana.

CAMPUR TANGAN BANTEN. Salah seorang pegawai kantor dagang Kompeni di Banten, memberi tahu tentang kejadian yang terjadi di Jakart kepada Pangeran Ranamanggala. Beliau tidak setuju jika benteng kompeni akan diserahkan kepada Inggris, lalu ia pergi ke Jakarta bersama pasukannya. Bupati Jakarta, Pangeran Wijayakrama dipecat dari jabatannya, Van den Broecke dan tawanan lainnya dipindahkan ke Banten, sedang tentara Banten mulai mengepung benteng Kompen. Perundingan dimulai lagi. Van Raay tetap dalam putusan semula, yaitu akan menyerahkan benteng, tetapi dengan meminta syarat dari Inggris supaya hidupnya dijamin.

Inggris merubah sikapnya, setelah Jakarta diduduki tentara Banten, mereka mengundurkan diri dan tidak mau memberikan jaminan apa-apa. Setelah itu Van Raay serta penasehat-penasehatnya memutuskan untuk mempertahankan bentang mati-matian, dan akhirnya dengan upacara resmi pada tanggal 1 Mei 1619 benteng itu diberi nama Batavia.

J.P. Coen datang dari Maluku tanggal 28 Mei 1619dengan membawa bala bantuan. Coen tidak menyangka, bahwa benteng compeni masih berdiri tegak.

Bahwa benteng itu masih berada ditangan Belanda, bukan karena jasa mereka yang mempertahankanya dan bukan karena pertahanan yang luar biasa, melainkan selama benteng itu ditinggalkan Coen, tidak ada pertempuran yang boleh dibilang hebat.

Mangkubumi hanya menangkap orang-orang yang ada di loji Banten dan mengepung Batavia. Tidak ada penyerbuan dengan pasukan yang kuat. Juga sebaliknya dari dalam benteng tidak ada serangan yang berarti. Jika ada serbuan yang serentak tentu benteng akan jatuh.

Tanggal 30 Mei Coen merebut kota Jakarta dengan kekuatan 1000 orang perajuri ; kemudian ia pergi ke Banten. Tanggal 7 Juni sampailah ia di pelabuhan Banten dengan kelengkapannya, lalu ia meminta kepada Mangkubumi supaya orang-orang Belanda yang ditawan, dibebaskan. Permintaan Coen untuk melanjutkan perdagangan lada, ditolak. Karena itu Coen meninggalkan beberapa buah kapal di pelabuhan untuk memetikan perdagangan Banten. Dengan kapal-kapal lainya Coen pergi mencari kapal-kapal Inggris.

Tentang kejadian di Jakarta Coen dengan gagahnya menjelaskan kepada Tuan-tuan/Hereen XVII, bahwa Jakarta telah menjadi milik mereka dan akan dijadikan pangkalan, yang sangat mereka perlukan.

Bekas kota Jakarta di jadikan kota Belanda yang pertama dan pada tanggal 4 Maret 1621 dengan resmi diberinama Batavia. Coen menyesal karen ia ingin kota itu diberi nama "Nieuw Hoorn" , mengingatkan pada kota kelahirannya di Belanda.

Dengan berdirinya Batavia, Banten kehilangan Jakarta, daerah antara Cisadane dan Citarum, smentara itu perdagangan di Banten terus mengalami kemunduran.

__________________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar