Senin, 09 Mei 2011

5.VOC DI BANTEN II (JAKARTA)

JAKARTA. Bandar/Kota Pelabuhan Jakarta diperintah oleh Pangeran Wijayakrama, sebagai wakil dari sultan Banten. Karena kemajuan perdagangan di Banten, Jakarta menjadi sepi. Untuk meramaikan kembali kota itu, Wijayakrama memperbolehkan orang-orang Belanda bermukim dan berdagang di Jakarta.

Belanda mengerti, bahwa antara Banten dan Jakarta ada persaingan. Hal itu dimanfaatkan oleh Belanda untuk merenggangkan hubungan diantara keduanya.

Orang Belanda mulai membeli sebidang tanah di Jakarta dengan harga 1200 real (R. 2700,-) dan disana mulai didirikan sebuah rumah. Pemintaan Pieter Both untuk membangun sebuah benteng disana tidak diperkenankan oleh pemerintahan Wijayakrama, Belanda hanya diperbolehkan membangun sebuah loji/kantor dagang disebelah timur Ciliwung. Sedangkan orang Inggris diberi izin pula untuk membangun sebuah kantor disebalah barat Ciliwung.

Keadaan di Banten saat itu buat orang Belanda semakin lama semakin sulit, karena kelakuan mereka sendiri, berhubung dengan usahanya untuk mendapat monopoli.

Dimana-mana tindakan orang Inggris lebih tegas dan berani, sehingga Kompeni Belanda merasa Khawatir, kalau-kalau mereka terdesak, lalu Belanda memutusakan untuk menjalankan tindakan yang keras terhadap Inggris.

Berhubung dengan itu Gubernur Jendral Laurens Reaal menyerahkan segala kekusaannya di pulau jawa kepad J.P Coen, sedang ia sendiri pergi ke Maluku, untuk mengusir orang Inggris disana.

Dengan kekuasaan yang diperolehnya, Coen akan menjalankan tindakan kekerasan terhadap Orang Inggris di Banten dan terhadap Pangeran Ranamanggala, yang menjadi wakil sultan saat itu memimpin pemerintahan kerajaan Banten.

Karena sikap orang Belanda pada umumnya yang suka bertindak semena-mena, maka sering sekali timbul serangan dari orang pribumi untuk menyerang Coen dan anak buahnya. Sebeb-sebab terjadinya serangan-serangan itu bukan hanya karena tindakan orang-orang Belanda yang ada di Banten, tetapi juga disebabkan dengan kejadian di Jepara, yaitu serangan terhadap loji disana (1618) lalu ditarik kesimpulan, bahwa raja-raja di Jawa dengan persetujuan Mataram, sepakat akan membunuh orang-orang Belanda.

Seperti itulah isi surat yang dikirimkan oleh Coen kepada pucuk pimpinan Kompeni di Belanda. Sehubungan dengan itu Coen memindahkan kedudukannya ke Jakarta. Loji yang ada di sana dijadikan benteng serta dimintanya bantuan ke Belanda berupa uang, kapal dan tentara.




Pieter Zoon Coen Gubernur Jendral yang meletakan alas kekuasaan Belanda di Indonesia. Jakarta didudukinys lalu diberi nama Batavia (1 Mei 1619).

BELANDA MULAI BERTINDAK. J.P. Coen mendirikan benteng di Jakarta, tidak mengingat, bahwa dengan tindakan itu ia telah mengingkari perjanjian sebelumnya dengan pangeran Wijayakrama. Menurut perjanjian Kompeni hanya diperbolehkan mendirikan sebuah loji. Dengan sendirinya hal itu menimbulkan curiga pada pangeran Wijayakrama selaku Bupati Jakarta. Untuk merundingkan hal itu Coen diminta berkali-kali datang ke Kabupaten, teapi Coen tidak pernah mau datang, Karena hal itu Pangeran Wijayakrama pun membuat benteng pertahanan, begitu pula dengan orang inggris, mereka memperkuat kantornya dimuka benteng Belanda

Suasana di Jakarta, antara Belanda, Inggris, dan Pangeran Wijayakrama, boleh dikatakan genting. Selain ketiga pihak itu ada lagi yang tidak senang , yaitu Mangkubumi Ranamanggala, sebab meskipun Jakarta diperintah oleh Pangeran Wijayakrama, tetapi daerah itu masih ada dalam kekuasaan Sultan Banten

INGGRIS. Pada waktu itu dipelabuhan Banten datanglah 15 kapal Inggris yang dipimpin oleh laksamana Sir Thomas Dale. Dapat dimaklumi jika antara Mangkubumi dan orang Inggris itu diadakan perundingan, untuk menentukan sikap terhadap Belanda, yang menjadi musuh mereka bersama.

Kemudian orang Inggris di Banten merampas kapal Kompeni/V.O.C, yang kebetulan akan pulang ke Belanda. Coen meminta kepada orang Inggris, supaya kapal itu dikembalikan, tetapi permintaan itu tidak didengarnya. Coen tidak bisa menahan amarahnya lalu memerintahkan merebut loji Inggris di Jakarta dan membakarnya. Dengan tindakan Coen itu perang dimulai. Sehubungan dengan itu pula Coen ingin menyelasaikan bentengnya secepat mungkin, tetapi pekerjanya tidak ada, karena dilarang oleh Pangeran Wijayakrama.

BENTENG BELANDA DIKEPUNG. Benteng Belanda dikepung oleh tentara Pangeran Wijayakrama dibantu oleh Inggris. Belanda dapat menyelamatkan diri dari pengepungan itu, tetapi di pelbuhan sudah ada angkatan laut Inggris.

Coen tidak menunggu tapi segera menyerang musuh. Keberanian Coen itu tidak memberi kemenangan. Coen terpaksa mengundurkan diri lalu pergi ke Maluku untuk meminta bantuan. Pimpinan di dalam benteng ia serahkan kepada Pieter Van den Broecke yang mendapat tugas mempertahankan benteng sampai Coen kembali. Kalau tidak mungkin dipertahankan mereka disarankan untuk menyerah kepada Inggris, jangan pada Pangeran Wijayakrama.

Van den Breocke mengadakan perundingan dengan Wijayakrama. Kedua pihak setuju tidak akan mengadakan perubahan dalam keadaan apapun, sampai Coen datang dari Maluku. Untuk mencapai persetujuan yang sangat menguntungkan Belanda itu, Van den Broecke harus membayar 6000 real. Persetujuan itu diresmikan di Kabupaten/Kantor Pemerintahan Pangeran Wijayakrama. Van den Broecke datang bersama 6 orang temannya, selama ia pergi pimpinan benteng diserahkan kepada Pieter Van Raay. Dalam pertemuan itu Van den Broecke serta teman-temannya ditawan. Setelah itu Van den Broecke dibawa kemuka Benteng yang sebelumnya dipimpin dan dijaganya, ia diharuskan memberi tahu kepada teman-temannya di dalam benteng, bahwa mereka tidak mungkin mempertahankan benteng itu. Selanjutnya ia menganjurkan, supaya mereka menyerahkan benteng kepada orang Inggris dan barang kepada orang Jakarta/Pangeran Wijayakrama. Hanya dengan jalan demikian hidup mereka akan terjamin, sedangkan yang ditawan akan dibebaskan. Setiap orang diperbolehkan membawa barang miliknya sendiri, kemudian mereka akan diantarkan dengan kapal inggris ke kantor-kantor Belanda di pantai Koromandel.

Setelah mendengar perjanjian itu orang-orang yang ada di dalam benteng, mulai menjarah semua barang-barang apa saja yang ada disana yang dapat mereka bawa termasuk barang kepunyaan J.P> coen pun ikut dijarahnya. Tetapi apa yang telah mereka perhitungkan sebelumnya idak sesuai dangan rencana.

CAMPUR TANGAN BANTEN. Salah seorang pegawai kantor dagang Kompeni di Banten, memberi tahu tentang kejadian yang terjadi di Jakart kepada Pangeran Ranamanggala. Beliau tidak setuju jika benteng kompeni akan diserahkan kepada Inggris, lalu ia pergi ke Jakarta bersama pasukannya. Bupati Jakarta, Pangeran Wijayakrama dipecat dari jabatannya, Van den Broecke dan tawanan lainnya dipindahkan ke Banten, sedang tentara Banten mulai mengepung benteng Kompen. Perundingan dimulai lagi. Van Raay tetap dalam putusan semula, yaitu akan menyerahkan benteng, tetapi dengan meminta syarat dari Inggris supaya hidupnya dijamin.

Inggris merubah sikapnya, setelah Jakarta diduduki tentara Banten, mereka mengundurkan diri dan tidak mau memberikan jaminan apa-apa. Setelah itu Van Raay serta penasehat-penasehatnya memutuskan untuk mempertahankan bentang mati-matian, dan akhirnya dengan upacara resmi pada tanggal 1 Mei 1619 benteng itu diberi nama Batavia.

J.P. Coen datang dari Maluku tanggal 28 Mei 1619dengan membawa bala bantuan. Coen tidak menyangka, bahwa benteng compeni masih berdiri tegak.

Bahwa benteng itu masih berada ditangan Belanda, bukan karena jasa mereka yang mempertahankanya dan bukan karena pertahanan yang luar biasa, melainkan selama benteng itu ditinggalkan Coen, tidak ada pertempuran yang boleh dibilang hebat.

Mangkubumi hanya menangkap orang-orang yang ada di loji Banten dan mengepung Batavia. Tidak ada penyerbuan dengan pasukan yang kuat. Juga sebaliknya dari dalam benteng tidak ada serangan yang berarti. Jika ada serbuan yang serentak tentu benteng akan jatuh.

Tanggal 30 Mei Coen merebut kota Jakarta dengan kekuatan 1000 orang perajuri ; kemudian ia pergi ke Banten. Tanggal 7 Juni sampailah ia di pelabuhan Banten dengan kelengkapannya, lalu ia meminta kepada Mangkubumi supaya orang-orang Belanda yang ditawan, dibebaskan. Permintaan Coen untuk melanjutkan perdagangan lada, ditolak. Karena itu Coen meninggalkan beberapa buah kapal di pelabuhan untuk memetikan perdagangan Banten. Dengan kapal-kapal lainya Coen pergi mencari kapal-kapal Inggris.

Tentang kejadian di Jakarta Coen dengan gagahnya menjelaskan kepada Tuan-tuan/Hereen XVII, bahwa Jakarta telah menjadi milik mereka dan akan dijadikan pangkalan, yang sangat mereka perlukan.

Bekas kota Jakarta di jadikan kota Belanda yang pertama dan pada tanggal 4 Maret 1621 dengan resmi diberinama Batavia. Coen menyesal karen ia ingin kota itu diberi nama "Nieuw Hoorn" , mengingatkan pada kota kelahirannya di Belanda.

Dengan berdirinya Batavia, Banten kehilangan Jakarta, daerah antara Cisadane dan Citarum, smentara itu perdagangan di Banten terus mengalami kemunduran.

__________________

Minggu, 08 Mei 2011

4. VOC DI BANTEN I

ORANG BELANDA DATANG. Diantara banyaknya kerajaan-kerajaan di Indonesia yang pertama kali diinjak oleh orang Belanda adalah Banten. Kedatangan pertama terjadi pada tahun 1596, dengan kedatangan kelengkapan kapal-kapal, yang dipimpin oleh Houtman, Kedatangan Houtman dan rombongannya yang disambut dengan ramah tamah, dan penghormatan yang pantas oleh warga pribumi, dibalas oleh Houtman dengan sikap yang jauh dari pada sopan, sehingga menimbulkan perkelahian.

Kesalahan mereka diperbaiki oleh kedatangan rombongan kedua, yang dipimpin oleh Van Neck. Van Neck menemui Mangkubumi, serta disampaikan kepadanya surat dan tanda mata dari Pangeran Maurits, yang dikatakan "raja Belanda". (Pada waktu itu Negri Belanda belum menjadi kerajaan).

Van Neck bertindak sopan, sehingga rombongannya diterima dengan penghormatan pula. Beberpa buah kapal milik rombongan Van Neck dapat segera di isi penuh dengan lada. Rombongan kapal yang telah terisi dangan lada dan rempah-rempah beserta kelengkapannya melanjutkan perjalanannya ke Maluku. Dalam Perjalanan pulang ke Belanda. Heemskerk, pembantu Van Neck singgah dahulu di Banten. Oleh Pangeran Mangkubumi dititipkan kepadanya surat untuk Pangeran Maurits.

LOJI PERTAMA. Selanjutnya orang Belanda diperbolehkan mendirikan sebuah kantor dagang (loji) di Banten. Dengan berdirinya kantor itu merupakan langkah awal kearah dimulainya penjajahan.  Dari sinilah V.O.C/Kompeni  mulai menjalankan politiknya, politik yang sudah ditentukan dan direncanakan di negri Belanda. Yaitu mendapatkan monopoli dagang dan sedapat mungkin merugikan musuh. Setiap Orang asing, terutama orang Inggris dan Portugis, yang datang ke Banten untuk berdagang diusirnya.Pada tahun 1603 Portugis diusir dari Banten, sehingga hanya orang Belandalah yang membeli hasil Bumi dari Banten, Jadi semuanya menurut kehendak Belanda, merekalah yang memegang perdagangan diseluruh Banten. Sementra orang banten sendiri lain lagi keinginannya, mereka menghendaki perdagangan yang bebas/merdeka; tiap-tiap orang diperbolehkan datang brjual-beli, karena itu mereka menarik orang-orang Inggris ke Banten.
Saat itu Pemimpin  umum Perdagangan Kompeni dan Dewan Hindia yang berkedudukan di Banten adalah Jan Pieter Zoen Coen. 

PEMERINTAH BANTEN.Yang menjadi sultan Banten saat itu adalah Abdulmafahir, beliau sudah dinobatkan menjadi sultan meskipun usianya baru beberapa bulan saja. Maka untuk menjalankan pemerintahan Banten ditunjuklah Jayanegara sebagai walinya. Pada tahun 1602 Jayanegara meninggal, kemudian diganti oleh saudaranya, tetapi tidak lama. Kemudain yang menjadi wali dalam menjalankan pemerintahan Banten adalah ibu kandung sultan sendiri, ialah Nyai Gede Wanagiri, sedangkan jabatan Mangkubumi dijabat oleh seorang pembesar yang kemudian menikah dengan Nyai Gede Wanagiri. Karena pernikahan ini kekuasaan Mangkubumi menjadi bertambah besar, tetapi kemudian ia beselisih dengan pangeran-pangeran lainnya dan dibunuh. Jabatan Mangkubumi diganti oleh Pangeran Aria Ranamanggala. 

Pangeran Aria Ranamanggala memerintah dengan teguh dan mempunyai politik yang tegas. Ia menghormati orang Belanda dan orang-orang Eropa lainnya, karena mereka telah turut memajukan dan meramaikan perekonomian di Banten, tetapi ia tidak mau memberikan hak istimewa kepada siapapun. Karena itulah orang Belanda berpindah ke Jakarta, sebuah bandar/pelabuhan dekat muara sungai Ciliwung.

_____________________

Sabtu, 07 Mei 2011

3. Monopoli V.O.C .

Tujuan utama V.O.C/kompeni adalah mencari keuntungan dengan jalan berdagang, tetapi karena dalam perdagangannya selalu berusaha untuk mendapat monopoli, dan tidak menghendaki perdagangan yang bebas dimana tiap-tiap orang leluasa dapat melakukan jual-beli, dengan sendirinya perdagangan Kompeni selalu mendapatkan pertentangan dan mau tidak mau akan selalu bergandengan dengan peperangan, yang mengacaukan keamanan dan perdagangan.

Bangunan/Gedung Kantor VOC tahun 1600-an
Keuntungan yang diberikan kepada orang-orang yang memberikan modal dan cara membagikannya, menggambarkan bagaimana keadaan kompeni saat itu. Kekacauan pembagian laba timbul karena peperangan, sedang peperangan itu terjadi karena Kompeni ingin memegang teguh politik monopolinya.
Monopoli yang menjadi politik dagang kompeni, adalah suatu jalan untuk menolak segala persaingan dan perdagangan, sehingga ada kemungkinan mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Dengan jalan monopoli itulah Kompeni dapat menguasai harga pembelian dan harga penjualan. Tetapi disisi lain monopoli menimbulkan permusuhan.
Yang menjadi musuh Kompeni saat itu adalah kerajaan-kerajaan di Indonesia, kompeni-kompeni dagang negeri lain seperti Inggris, Portugis, dan Spanyol, kemudian orang belanda sendiri yang tidak bergabung dengan V.O.C.

Boleh dikatakan semua peperangan yang terjadi antara Kompeni/V.O.C. dengan raja-raja di Indonesia tahun 1800 disebabkan karena politik dagang monopoli.  Sistem monopoli melemahkan perdagangan dan tenaga rakyat. Kemudian raja-rajanya diikat dengan perjanjian-perjanjian. Jika perjanjian-perjanjian itu belum memberikan hasil yang memuaskan, maka seluruh negeri dikuasainya.

Orang Inggris, Portugis dan Spanyol diusir dari Indonesia atau daerah-daerah lainnya, yang diinginkan oleh Kompeni Belanda. Pengusiran itu langsung dengan kekuatan senjata oleh Kompeni sendiri atau dengan perantaraan raja-raja yang telah dikalahkan Kompeni dan diikat dengan perjanjian, yang mengharuskan raja-raja itu mengusir pedagang-pedagang asing dari daerahnya.

Kompeni mendapat hak monopoli dari pemerintah Belanda. Ini berarti, bahwa pemerintah Belanda melarang adanya perkumpulan-perkumpulan dagang atau orang lain melakukan kegiatan jual-beli ditempat yang telah ditunjuk untuk Kompeni.
Para Saudagar-saudagar besar seperti Balthasar de Moucheron, Pieter Lyntgens, dan Izaak le Maere muncul keinginan pada diri mereka untuk mematahkan hak monopoli, yang dipandangnya kurang adil itu. Mereka berencana mendirikan sebuah perserikatan dagang dengan bantuan Perancis. Raja Perancis Hendrik IV dan konsulnya di negeri Belanda Jeannin, ingin mempunyai kompeni dagang dengan pimpinan orang-orang Belanda, yang telah mempunyai nama dalam pelayaran dan perdagangan. Tetapi konsul Belanda di Paris, Francois Aerssens dapat membelokan perhatian raja ke arah lain, yaitu mendirikan kompeni Hindia-Barat, sehingga dengan berdirinya kompeni itu V.O.C terhindar dari bahaya persaingan. 

Tahun 1606 Badan Perwakilan negeri Belanda mengeluarkan maklumat, yang melarang tiap-tiap orang Belanda, atas nama negeri lain atau Raja luar negeri, berlayar ke Indonesia, dengan ancaman pengasingan seumur hidup dan perampasan harta bendanya.
Sementara Itu Izaak le Maere masih berusaha, karena merasa belum puas. Dengan bantuan pemerintah kota Hoorn, dia mendirikan Austraal Compagnie lau disiapkannya dua buah kapal, yang dipimpin oleh Jacques le Maere (anak dari Izaak le Maere) dan Willem Schouten. Mereka disuruh berlayar ke Hindia - Timur, tetapi tidak boleh melalui Selat Magelhaens, akan tetapi harus mencari jalan lain. Mereka beruntung menemukan selat baru, yang kemudia diberi nama selat Le Maere dan akhirnya sampai di Indonesia. Saat itu sebuah kapal mengalami kerusakan dan tenggelam. Sementara kapal yang satunya  lagi dirampas oleh J.P. Coen diperairan dekat Banten. Anak buah kapalnya diperbolehkan bekerja untuk V.O.C, sedangkan yang tidak mau diharuskan pulang ke negeri Belanda. Jacques le Maere meninggal dalam perjalanannya.

Permapasan kapal Austraal Compagnie itu oleh Izaak le Maere diperkarakan, Kompeni divonis bersalah dan diharuskan membayar kerugian.

Tahun 1609 Hugo de Groot, seorang ahli hukum belanda yang sangat terkenal, mengeluarkan sebuah risalah, yang berjudul "Mare Liberum". Tulisan itu berisi tentang bagaimana ia  mempertahankan kemerdakaan di laut. 

Orang Belanda yang berada di Indonesia awalnya hanya mereka-mereka yang bekerja pada kompeni/V.O.C saja, kemudian mulai hadir penduduk sipil. Penduduk sipil ini terdiri dari orang-orang yang sebelumnya bekerja pada kompeni kemudian keluar dan mereka yang sengaja datang dari Belanda ke Indonesia. Terhadap orang-orang sipil ini pun Kompeni masih tetap memegang monopolinya. Kompeni tidak sedikit pun memberikan kesempatan kepada mereka untuk berdagang. Sebenarnya pemimpin-pemimpin kompeni di Batavia/Jakarta sering menganjurkan, supaya penduduk sipil ini diberi kesempatan untuk mencari nafkah dalam perdagangan, tetapi Tuan-tuan XVII/Heeren XVII di negri Belanda tetap menolaknya.

Tuan-tuan/Heeren XVII itu pernah mengatakan : "Kalau menurut pendapat tuan-tuan (pemimpin kompeni/V.O.C di Jakarata) orang sipil itu tidak dapat hidup kalau tidak berdagang, maka seharusnya mereka jangan tinggal di Batavia,  sebab kalau diantara dua pihak harus ada yang menderita, orang sipillah yang harus menderita bukan Kompeni. Peringatan kami yang terpenting dan yang terakhir, terletak dalam menjalankan kewajiban yang menguntungkan Kompeni". 

Pada tahun 1675 ada seorang Gubernur Jendral yang mempergunakan Kapal-kapal Kompeni untuk mengangkut Bahan makanan ke Ceylon dan Jakarta karena ada bahaya kelaparan. Ternyata Gubernur Jendral tersebut malah mendapatkan celaan, karena kapal-kapal Kompeni dipakai untuk "memberi makan" mereka, yang tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan Kompeni.

________________ 

2. Verrenigde Oost-Indische Compagnie (V.O.C.)

Vereenigde Oost-Idische Compagnie. (V.O.C) apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti Perkumpulan Dagang Hindia Timur, tetapi umum biasa menyebut Kompeni. Selanjutnya nama Kompeni akan kami pergunakan disini.

AWAL BERDIRINYA KOMPENI. Karena banyaknya perkumpulan-perkumpulan dagang dari Belanda yang mengirimkan kapal-kapalnya ke Indonesia, maka saat itu terjadilah  persaingan diantara mereka dan keuntungan mereka makin lama makin sedikit. Kemudian timbul anjuran untuk mempersatukan perkumpulan-perkumpulan itu. Anjuran itu tidak mudah dilaksanakan, karena ada perkumpulan yang takut , kalau -kalau kepentingannya terdesak, tetapi berkat kebijaksanaan Johan van Oldenbarneveld (pemimpin pemerintahan negara Belanda) dan Pangeran Mauritius, persatuan itu dapat tercapai.

Pada tanggal 20 Maret 1602 pemerintah Belanda memberi pengesahan perjanjian dagang (octrooi) kepada Vereenigde Oost-Indische Compagnie (V.O.C). Perjanjian itu terdiri dari 46 pasal, maksud yang terpenting dari perjanjian itu adalah :
1. V.O.C diberi hak untuk berdagang didaerah-daerah sebelh timur  dari Cabo bonna Esperanza (Tanjung harapan) sampai ke selat Maghelan.
2. Orang atau badan lain dari Republik tidak diperbolehkan berlayar atau berdagang didaerah tersebut, Ini berarti bahwa VOC mendapat hak monopoli berdagang.
3. Kompeni berhak di daerah tersebut, atas nama pemerintah Republik merebut daerah, mendirikan benteng-benteng, mengadakan perjanjian dengan raja-raja, membentuk angkatan darat dan laut, untuk keamanan mengatur kepolisian dan pengadilan, mengangkat dan menghentikan pegawai-pegawai.
Hak-hak itu, yang biasanya milik badan pemerintah, oleh Republik diberikan kepada sebuah perkumpulan dagang, sehingga kompeni dapat bertindak seperti sebuah pemerintahan. Disinilah letak kekuasaan Kompeni, yang tidak terbatas, tetapi disini pulalah letak pokok pangkal runtuhnya Kompeni/V.OC..

Perjanjian dagang itu diberikan untuk 21 tahun lamanya, tetapi saat itu dapat diperpanjang dengan memperbaharui perjanjian.
Pemerintah Republik menyokong terbentuknya V.O.C dan memberikan kedaulatan negara kepadanya bukan saja untuk menolong supaya usaha bedan itu berhasil, dapat menjaga keamanan dan harta bendanya ditempat Kompeni berdagang, tetapi ada maksud lain, yang langsung menguntungkan Republik. Bukankah Republik pada waktu itu sedang berperang melawan Spanyol dan Portugis? Bukankah kedua negeri musuh itu mempunyai kedudukan-kedudukan dagang di Indonesia dan India?

Dengan diberinya kekuasaaan untuk memiliki angkatan-angkatan darat dan laut, dapatlah Kompeni mengganggu bangsa Spanyol dan Portugis didaerah Timur untuk mengurangi tekanan Spanyol kepada Republik; setidaknya Kompeni dapat membantu Republik dalam perangnya dan itu memeng manjadi salah satu kewajiban Kompeni, yang ditegaskan dalam perjanjian dagangnya (octrooi).

SUSUNAN PIMPINAN. Kompeni/V.O.C terdiri dari 6 delegasi perkumpulan dagang, yaitu di Amsterdam, Zeeland, Rotterdam, Delft, Hoorn, dan Enkhuizen dengan modal sejumlah 6,5 juta rupiah.

Tiap-tiap perkumpulan mengirimkan wakilnya, yang dijadikan pucuk pimpinan Kompeni. Awalnya anggota pucuk pimpinan itu terdiri dari 73 orang, kemudian karena anggotanya ada yang meninggal dan mengundurkan diri, menjadi 60 orang dan disesuaikan menurut besar kecilnya badan yang diwakilinya. Amsterdam diwakili oleh 20 orang, Zeeland oleh 12 orang, dan tiap-tiap perkumpulan dagang yang lainnya oleh 7 orang.

Pimpinan sehari-hari dijalankan oleh 17 orang, dipilih dari antara mereka dan biasa disebut Tuan-Tuan XVII/Heeren XVII, direktur-direktur atau majores. Badan inilah yang menentukan garis-garis besar dari segala tindakan kompeni.

LABA DAN PIMPINAN DI INDONESIA. Tujuh tahun pertama sejak berdirinya kompeni adalah tahun persiapan. Banyak uang yang dikeluarkan untuk memepersiapken kapal-kapal, mendirikan kantor-kantor, dan perjuangan untuk mengusir orang Portugis dan Spanyol. Karena itulah maka selama masa persiapan itu kompeni belum mendapatkan keuntungan. Tetapi menurut pendapat Tuan-Tuan XVII bukan karena itu saja, tetapi juga karena saat itu belum ada aturan yang tepat. Diantara kelengkapan-kelengkapan kapal dari Belanda yang bertolak ke Indonesia tidak ada kerjasama, tiap-tiap laksamana bertindak sendiri-sendiri tidak ada koordinasai diantara mereka. Juga diantara kantor-kantor tiap wilayah tidak ada hubungan yang erat. Untuk memperbaiki kesalahan itu, maka Kompeni harus mempunyai satu pimpinan yang kuat di Indonesia.

Tanggal 27 Nopember 1609 maka diangkatlah Pieter Both sebagai Gubernur Jendral untuk mengatur pemerintahan di Indonesia dibantu oleh Dewan Hindia, yang terdiri dari 5 orang anggota.

Pieter Both

Tugas pertama dari Gubernur Jendral dan Dewan Hindia itu ialah menyelidiki keadaan diseluruh kantor-kantor Kompeni, menyelidiki bagaimana sikap raja-raja terhadap Kompeni, mencari tempat yang baik untuk pemusatan kapal-kapal yang datang dari negeri Belanda dan yang akan berangkat kesana, membangun benteng-benteng, kantor-kantor, pegawai , dan perusahaan Kompeni, menjaga jangan sampai ada pegawai yang berdagang untuk kepentingannya sendiri.

Dalam instruksinya ditegaskan pula, bahwa menguasai daerah bambu itu adalah penting sekali; orang lain harus ditolak dari daerah itu. Sebagai kedudukan pimpinan kompeni di Indonesia diusulkan Banten, Jakarta, atau Johor.

Tanggal 30 Januari 1610 berangkatlah Pieter Both dari Tessel mengepalai 8 buah kapal. Ikut bersama-sama Pieter Both berangkat pula beberapa keluarga , yang akan mendirikan kedudukan belanda ditempat kediaman Gubernur Jendral. Bulan Desember tahun itu juga sampailah kapal-kapal itu ke Banten.


Sejak berdirinya sampai tahun 1609 Kompeni tidak memberikan keuntungan, tatapi pada tahun 1610 telah membagikan keuntungan sebanyak tiga kali sejumlah 132,5%, tahun 1611 30% , jadi dalam dua tahun itu Kompeni mendapat laba 162,5%, tetapi keuntungan sebanyak itu yang diberikan dalam bentuk uang  kepada pemegang saham hanya 71,5%, sisanya dibayar dalam bentuk barang.

Antara tahun 1611 dan 1619 tidak ada pembagian laba. Tahun 1620 dibagikan 37,5%, tetapi untuk keperluan itu kompeni harus meminjam uang. Sampai tahun 1644 bila ada laba yang dibagikan, sebagian selalu dibayar dengan barang. Tetapi meskipun pembagian laba itu tidak teratur, selama Kompeni berdiri, keuntungan rata-rata yang diperoleh tidak kurang dari 18% setahun.

______________

1. Kerajaan-kerajaan di Indonesia Tahun 1600 an (1600-1700)

Ketika bangsa-bangsa Eropa berlomba-lomba datang ke Indonesia untuk mengembangkan perdaganganya dan disamping itu bangsa Belanda akan merintis penjajahanya di Indonesia, Indonesia bukanlah negara
yang kosong dan penduduknya bukanlah orang-orang  yang biadab ;saat itu di Indonesia sudah ada kerajaan-kerajaan yang memiliki peradaban tinggi, dan umumnya sudah beragama Islam dimana raja-rajanya memiliki sebutan sultan.

Kerajaan yang sudah ada/berdiri pada waktu itu diantaranya adalah :

1. MATARAM. Sebagian dari Pulau Jawa ada dalam penguasaan  
   Panembahan Senopati, Sultan Mataram. Tidak semua daerah  
   langsung diperintah dari pusat ada juga yang mempunyai 
   pemetintahannya sendiri, seperti Cirebon dan Madura, tetapi
   tetap mengakui kekuasaan pemerintah pusat dan menyerahkan
   upeti pada waktu tertentu pada  pemerintah pusat.
 
2. BANTEN. Sebelah barat dari Pulau Jawa diperintah oleh Sultan 
   Banten. Sungai Citarum, dari muara sampai kepegunungan 
   Pangrango menjadi batas antara Banten dan Mataram. Kemudian  
   batas itu membelok kebarat melalui Gunung Gede sampai ke 
   Pelabuhan Ratu. Jadi Kerajaan Banten terdiri dari daerah 
   Banten dan daerah Jakarta Raya sampai Bogor,disamping itu 
   juga Sultan-sultan Banten berkuasa di daerah Lampung 
   yang merupakan daerah pengahasil lada yang penting.

3. BELAMBANGAN. Kerajaan Belambangan Berada di ujung timur Pulau 
   Jawa, yaitu daerah Banyuwangi sekarang, Kerajaan 
   Belambangan saat itu umumnya  masih beragama Hindu.

4. ACEH. Di Sumatera banyak terdapat Kerajaan-kerajaan kecil, 
   salah satu Kerajaan yang terpenting adalah Aceh, sedangkan
   Palembang, Jambi dan Indragiri merupakan kerjaan   
   bekas jajahan  kerjaan Majapahit yang sudah mengalami  
   kemunduran.
   Kerjaan Aceh merupakan kerajaan yang peling beser di     
   Sumatera.Berpengaruh di Pantai Selatan sampai di 
   Tanjungpura.Daerah Minangkabau diharuskan memeberi upeti.   
   Kekuasaan di pantai utara sampai di Deli, yang direbutnya   
   dariJohor. Orang Aceh umumnya tidak suka berhubungan dengan 
   bangsa Portugis, karena orang-orang Portugis dalam   
   aktivitasnya selain berdagang, juga menyebarkan agamanya. 
   Orang-orang Aceh sendiri sejak dulu sudah berdagang hingga ke 
   negara Jepang sampai tanah Arab.

5. KALIMANTAN. Sebagian besar dari daerah Kalimantan masih  
   berstatus "terra in cognito" (daerah yang belum diketahui  
   orang). Penduduk asli Kalimantan tinggal di pedalaman,  
   sementara di pantai barat, selatan, dan timur ditmpati orang 
   Melayu, Jawa, dan Bugis. Mereka mula-mula datang hanya untuk 
   berdagang, kemudian mendirikan kerajaan-kerajaan islam disana.

5. MAKASAR. Kerajaan yang terkenal di Sulawesi adalah   
   kesultanan Goa yang berkedudukan  di Sulawesi     
   Selatan.Sedangkan Kota Makasar menjadi pusat perdaganga   
   rempah-rempah yang diangkut oleh orang-orang Bugis dari  
   Maluku. 

6. MALUKU. Seluruh wilayah Kerajaan Maluku dikuasai oleh sultan-
   sultan Ternate dan Tidore. Mereka mempunyai pulau-pulau   
   yang menghasilkan cengkeh dan pala. Ketika orang-orang 
   Belanda datang, orang Portugis sudah berpengaruh terlebih   
   dulu disana. Karena itulah maka seluruh perhatian kompeni 
   Belanda mula-mula dicurahkan kepada Maluku, terutama Ambon 
   dan Banda, yaitu pulau-pulau penghasil cengkeh dan pala yang 
   penting.
7. BALI. Dibali terdapat bebrapa buah kerajaan kecil, yang   
   umumnya beragama ciwa.



Kerajaan-kerajaan di Indonesia tahun 1600-an


Tentang kerajaan-kerajaan didaerah lainnya, tidak terdapat keterangan, hanya diketahui, bahwa dipulau-pulau Sunda Kecil, selain di Bali, orang Portugis sudah mempunyai kantor-kantor dagang, terutama untuk membeli kayu cendana, sedang sebagian dari timor telah dikuasai oleh mereka.

_________________